JAM

my wabsite

Free Shoutbox Technology Pioneer

kumpulan askep dan WOC

pusing mencari WOC datang dong di blog tmnQ [ br4m4tyo ]
Sabtu, 24 Oktober 2009
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
ULKUS KORNEA


A. Pengertian
Keratitis ulseratif yang lebih dikenal sebagai ulserasi kornea yaitu terdapatnya destruksi (kerusakan) pada bagian epitel kornea. (Darling,H Vera, 2000, hal 112)



IB. Etiologi
Faktor penyebabnya antara lain:
Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata, sumbatan saluran lakrimal), dan sebagainya
Faktor eksternal, yaitu : luka pada kornea (erosio kornea), karena trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada daerah muka
Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh : oedema kornea kronik, exposure-keratitis (pada lagophtalmus, bius umum, koma) ; keratitis karena defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik, keratitis superfisialis virus.
Kelainan-kelainan sistemik; malnutrisi, alkoholisme, sindrom Stevens-Jhonson, sindrom defisiensi imun.
Obat-obatan yang menurunkan mekaniseme imun, misalnya : kortikosteroid, IUD, anestetik lokal dan golongan imunosupresif.
Secara etiologik ulkus kornea dapat disebabkan oleh :
Bakteri
Kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah streptokok pneumoniae, sedangkan bakteri lain menimulkan ulkus kornea melalui faktor-faktor pencetus diatas.
Virus : herpes simplek, zooster, vaksinia, variola
Jamur : golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium
Reaksi hipersensifitas
Reaksi terhadap stapilokokus (ulkus marginal), TBC (keratokonjungtivitis flikten), alergen tak diketahui (ulkus cincin)
(Sidarta Ilyas, 1998, 57-60)
C. Tanda dan Gejala
Pada ulkus yang menghancurkan membran bowman dan stroma, akan menimbulkan sikatrik kornea.
Gejala subyektif pada ulkus kornea sama seperti gejala-gejala keratitis. Gejala obyektif berupa injeksi silier, hilangnya sebagian jaringan kornea dan adanya infiltrat. Pada kasus yang lebih berat dapat terjadi iritis disertai hipopion.
Fotofobia
Rasa sakit dan lakrimasi
(Darling,H Vera, 2000, hal 112)


D . MACAM-MACAM ULKUS KORNEA SECARA DETAIL
Ulkus kornea dibagi dalam bentuk :
1. Ulkus kornea sentral meliputi:
a. Ulkus kornea oleh bakteri
Bakteri yang ditemukan pada hasil kultur ulkus dari kornea yang tidak ada faktor pencetusnya (kornea yang sebelumnya betul-betul sehat) adalah :
Streptokokok pneumonia
Streptokokok alfa hemolitik
Pseudomonas aeroginosa
Klebaiella Pneumonia
Spesies Moraksella
Sedangkan dari ulkus kornea yang ada faktor pencetusnya adalah bakteri patogen opportunistik yang biasa ditemukan di kelopak mata, kulit, periokular, sakus konjungtiva, atau rongga hidung yang pada keadaan sistem barier kornea normal tidak menimbulkan infeksi. Bakteri pada kelompok ini adalah :
Stafilokukkus epidermidis
Streptokokok Beta Hemolitik
Proteus
Ulkus kornea oleh bakteri Streptokokok
Bakteri kelompok ini yang sering dijumpai pada kultur dari infeksi ulkus kornea adalah :
Streptokok pneumonia (pneumokok)
Streptokok viridans (streptokok alfa hemolitik0
Streptokok pyogenes (streptokok beta hemolitik)
Streptokok faecalis (streptokok non-hemolitik)
Walaupun streptokok pneumonia adalah penyebab yang biasa terdapat pada keratitis bakterial, akhir-akhir ini prevalensinya banyak digantikan oleh stafilokokus dan pseudomonas.
Ulkus oleh streptokok viridans lebih sering ditemukan mungkin disebabkan karena pneumokok adalah penghuni flora normal saluran pernafasan, sehingga terdapat semacam kekebalan. Streptokok pyogenes walaupun seringkali merupakan bakteri patogen untuk bagian tubuh yang lain, kuman ini jarang menyebabkan infeksi kornea. Ulkus oleh streptokok faecalis didapatkan pada kornea yang ada faktor pencetusnya.
Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri Streptokokok
Ulkus berwarna kuning keabu-abuan, berbetuk cakram dengan tepi ulkus menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karen aeksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia
Pengobatan : Sefazolin, Basitrasin dalam bentuk tetes, injeksi subkonjungtiva dan intra vena
Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus
Infeksi oleh Stafilokokus paling sering ditemukan. Dari 3 spesies stafilokokus Aureus, Epidermidis dan Saprofitikus, infeksi oleh Stafilokokus Aureus adalah yang paling berat, dapat dalam bentuk : infeksi ulkus kornea sentral, infeksi ulkus marginal, infeksi ulkus alergi (toksik).
Infeksi ulkus kornea oleh Stafilokokus Epidermidis biasanya terjadi bila ada faktor penceus sebelumnya seperti keratopati bulosa, infeksi herpes simpleks dan lensa kontak yang telah lama digunakan.
Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus
Pada awalnya berupa ulkus yang berwarna putih kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epithel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai oedema stroma dan infiltrasi sel lekosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus sering kali indolen yaitu reaksi radangnya minimal. Infeksi kornea marginal biasanya bebas kuman dan disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap Stafilokokus Aureus.
Ulkus kornea oleh bakteri Pseudomonas
Berbeda dengan ulkus kornea sebelumnya, pada ulkus pseudomonas bakteri ini ditemukan dalam jumlah yang sedikit. Bakteri pseudomonas bersifat aerob obligat dan menghasilkan eksotoksin yang menghambat sintesis protein. Keadaan ini menerangkan mengapa pada ulkus pseudomonas jaringan kornea cepat hancur dan mengalami kerusakan. Bakteri pseudomonas dapat hidup dalam kosmetika, cairan fluoresein, cairan lensa kontak.
Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri pseudomonas
Biasanya dimulai dengan ulkus kecil dibagian sentral kornea dengan infiltrat berwarna keabu-abuan disertai oedema epitel dan stroma. Ulkus kecil ini dengan cepat melebar dan mendalam serta menimbulkan perforasi kornea. Ulkus mengeluarkan discharge kental berwarna kuning kehijauan.
Pengobatan : gentamisin, tobramisin, karbesilin yang diberikan secara lokal, subkonjungtiva serta intra vena.
b. Ulkus kornea oleh virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simpleks cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral.
c.Ulkus kornea oleh jamur
Ulkus kornea oleh jamur banyak ditemukan, hal ini dimungkinkan oleh :
Penggunaan antibiotika secara berlebihan dalam jangka waktu yang lama atau pemakaian kortikosteroid jangka panjang
Fusarium dan sefalosporium menginfeksi kornea setelah suatu trauma yang disertai lecet epitel, misalnya kena ranting pohon atau binatang yang terbang mengindikasikan bahwa jamur terinokulasi di kornea oleh benda atau binatang yang melukai kornea dan bukan dari adanya defek epitel dan jamur yang berada di lingkungan hidup.
Infeksi oleh jamur lebih sering didapatkan di daerah yang beriklim tropik, maka faktor ekologi ikut memberikan kontribusi.
Fusarium dan sefalosporium terdapat dimana-mana, ditanah, di udara dan sampah organik. Keduanya dapat menyebabkan penyakit pada tanaman dan pada manusia dapat diisolasi dari infeksi kulit, kuku, saluran kencing.
Aspergilus juga terdapat dimana-mana dan merupakan organisme oportunistik , selain keratitis aspergilus dapat menyebabkan endoftalmitis eksogen dan endogen, selulitis orbita, infeksi saluran lakrimal.
Kandida adalah jamur yang paling oportunistik karena tidak mempunyai hifa (filamen) menginfeksi mata yang mempunyai faktor pencetus seperti exposure keratitis, keratitis sika, pasca keratoplasti, keratitis herpes simpleks dengan pemakaian kortikosteroid.
Pengobatan : Pemberian obat anti jamur dengan spektrum luas, apabila memungkinkan dilakukan pemeriksaan laboratorium dan tes sensitifitas untuk dapat memilih obat anti jamur yang spesifik.
2. Ulkus marginal
Ulkus marginal adalah peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat atau dapat juga rektangular (segiempat) dapat satu atau banyak dan terdapat daerah kornea yang sehat dengan limbus. Ulkus marginal dapat ditemukan pada orang tua dan sering dihubungkan dengan penyakit rematik atau debilitas. Dapat juga terjadi ebrsama-sama dengan radang konjungtiva yang disebabkan oleh Moraxella, basil Koch Weeks dan Proteus Vulgaris. Pada beberapa keadaan dapat dihubungkan dengan alergi terhadap makanan. Secara subyektif ; penglihatan pasien dengan ulkus marginal dapat menurun disertai rasa sakit, lakrimasi dan fotofobia. Secara obyektif : terdapat blefarospasme, injeksi konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang sejajar dengan limbus.
Pengobatan : Pemberian kortikosteroid topikal akan sembuh dalam 3 hingga 4 hari, tetapi dapat rekurens. Antibiotika diberikan untuk infeksi stafilokok atau kuman lainnya. Disensitisasi dengan toksoid stafilokkus dapat memberikan penyembuhan yang efektif.
Ulkus cincin
Merupakan ulkus kornea perifer yang dapat mengenai seluruh lingkaran kornea, bersifat destruktif dan biasaya mengenai satu mata.
Penyebabnya adalah reaksi alergi dan ditemukan bersama-sama penyakit disentri basile, influenza berat dan penyakit imunologik. Penyakit ini bersifat rekuren.
Pengobatan bila tidak erjad infeksi adalah steroid saja.
Ulkus kataral simplek
Letak ulkus peifer yang tidak dalam ini berwarna abu-abu dengan subu terpanjag tukak sejajar dengan limbus. Diantara infiltrat tukak yang akut dengan limbus ditepiya terlihat bagian yang bening.
Terjadi ada pasien lanut usia.
Pengobatan dengan memberikan antibiotik, steroid dan vitamin.
Ulkus Mooren
Merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai dari bagian perifer kornea berjalan progresif ke arah sentral tanpa adaya kecenderungan untuk perforasi. Gambaran khasnya yaitu terdapat tepi tukak bergaung dengan bagan sentral tanpa adanya kelainan dalam waktu yang agak lama. Tukak ini berhenti jika seluuh permukaan kornea terkenai.
Penyebabya adalah hipersensitif terhadap tuberkuloprotein, virus atau autoimun.
Keluhannya biasanya rasa sakit berat pada mata.
Pengobatan degan steroid, radioterapi. Flep konjungtiva, rejeksi konjungtiva, keratektomi dan keratoplasti.
(Sidarta Ilyas, 1998, 57-60)
E. Penatalaksanaan :
Pasien dengan ulkus kornea berat biasanya dirawat untuk pemberian berseri (kadang sampai tiap 30 menit sekali), tetes antimikroba dan pemeriksaan berkala oleh ahli opthalmologi. Cuci tangan secara seksama adalah wajib. Sarung tangan harus dikenakan pada setiap intervensi keperawatan yang melibatkan mata. Kelopak mata harus dijaga kebersihannya, dan perlu diberikan kompres dingin. Pasien dipantau adanya peningkatan tanda TIO. Mungkin diperlukan asetaminofen untuk mengontrol nyeri. Siklopegik dan midriatik mungkin perlu diresep untuk mengurangi nyeri dan inflamasi. Tameng mata (patch) dan lensa kontak lunak tipe balutan harus dilepas sampai infeksi telah terkontrol, karena justru dapat memperkuat pertumbuhan mikroba. Namun kemudian diperlukan untuk mempercepat penyembuhan defek epitel.
F. Pemeriksaan Diagnostik :
Kartu mata/ snellen telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan )
Pengukuran tonografi : mengkaji TIO, normal 15 - 20 mmHg
Pemeriksaan oftalmoskopi
Pemeriksaan Darah lengkap, LED
Pemeriksaan EKG
Tes toleransi glukosa
G. Pengkajian :
Aktifitas / istirahat : perubahan aktifitas
Neurosensori : penglihatan kabur, silau
Nyeri : ketidaknyamanan, nyeri tiba-tiba/berat menetap/ tekanan pada & sekitar mata
Keamanan : takut, ansietas
(Doenges, 2000)


Diagnosa dan Intervensi Keperawatan :
Ketakutan atau ansietas berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman mengenai perawatan pasca operatif, pemberian obat
Intervensi :
Kaji derajat dan durasi gangguan visual
Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru
Jelaskan rutinitas perioperatif
Dorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari bila mampu
Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.

Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan
Intervensi :
Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pasca operasi sampai stabil
Orientasikan pasien pada ruangan
Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kaca mata bila diperlukan
Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma
Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata

Nyeri yang berhubungan dengan trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi bedah atau pemberian tetes mata dilator
Intervensi :
Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai resep
Berikan kompres dingin sesuai permintaan untuk trauma tumpul
Kurangi tingkat pencahayaan
Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya kuat

Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan
Intervensi :
Beri instruksi pada pasien atau orang terdekat mengenai tanda dan gejala, komplikasi yang harus segera dilaporkan pada dokter
Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berarti mengenai teknik yang benar dalam memberikan obat

Evaluasi perlunya bantuan setelah pemulangan
Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan

e. Perubahan persepsi sensori: visual b.d kerusakan penglihatan
Tujuan: Pasien mampu beradaptasi dengan perubahan
Kriteria hasil :
Pasien menerima dan mengatasi sesuai dengan keterbatasan penglihatan
Menggunakan penglihatan yang ada atau indra lainnya secara adekuat

Intervensi:
Perkenalkan pasien dengan lingkungannya
Beritahu pasien untuk mengoptimalkan alat indera lainnya yang tidak mengalami gangguan
Kunjungi dengan sering untuk menentukan kebutuhan dan menghilangkan ansietas
Libatkan orang terdekat dalam perawatan dan aktivitas
Kurangi bising dan berikan istirahat yang seimbang

f. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai perawatan diri dan proses penyakit
Tujuan: Pasien memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyakitnya
Kriteria hasil:
Pasien memahami instruksi pengobatan
Pasien memverbalisasikan gejala-gejala untuk dilaporkan
Intervensi:
Beritahu pasien tentang penyakitnya
Ajarkan perawatan diri selama sakit
Ajarkan prosedur penetesan obat tetes mata dan penggantian balutan pada pasien dan keluarga
Diskusikan gejala-gejala terjadinya kenaikan TIO dan gangguan penglihatan


DAFTAR PUSTAKA

Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 1998.

Darling, Vera H & Thorpe Margaret R. Perawatan Mata. Yogyakarta : Penerbit Andi; 1995.

Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta, 2000


Kamis, 22 Oktober 2009
ASUHAN KEPERAWATAN PADA MIOMA UTERI
August 19th, 2009 | Posted in KEBIDANAN / MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA MIOMA UTERI

sebelum melakukan ASUHAN KEPERAWATAN PADA MIOMA UTERI atau askep pada klien dengan mioma uteri harusnya kita mengetahui definisi mioma uteri,etiologi mioma uteri,patofisiologi mioma uteri
asuhan keperawatan pada klien dengan mioma uteri
A. Pengertian
Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid. (Ilmu Kandungan, 1999)


B. Patofisiologi/pathways
Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium normal. Teori cell nest atau teori genitoblat membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga berperan. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifaf degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Menurut letaknya, mioma terdiri dari mioma submukosum, intramular dan subserosum.
Pathways: Penyebab: belum diketahui

C. Tanda dan Gejala

Gejala yang dikeluhkan tergantung letak mioma, besarnya, perubahan sekunder, dan komplikasi. Tanda dan gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Perdaharahan abnormal seperti dismenore, menoragi, metroragi
2. Rasa nyeri karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai nekrosis dan peradangan.
3. Gejala dan tanda penekanan seperti retensio urine, hidronefrosis, hidroureter, poliuri.
4. Abortus spontan karena distorsi rongga uterus pada mioma submukosum.
5. Infertilitas bila sarang mioma menutup atau menekan pars interstitialis tuba.

D. Pemeriksaan Penunjang
1. USG abdominal dan transvaginal
2. Laparaskopi.

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan mioma uteri adalah dengan tindakan pembedahan yaitu miomektomi dan atau histerektomi.

F. Pengkajian primer, Identitas Klien, data fokus:

1. Ketidak teraturan menstruasi (perdarahan abnormal)
2. Infertilitas, anovulasi
3. Nulipara
4. Keterlambatan menopause
5. Penggunaan jangka panjang obat estrogen setelah menopause.
6. Riwayat : Obesitas, Diabetes Melitus, Hipertensi, Hiperplasi adenomatosa.
7. Ada benjolan di perut bagian bawah dan rasa berat.

G. Pengkajian sekunder

1. Pemeriksaan USG : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma, diagnosis banding dengan kehamilan.
2. Laparaskopi : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma uteri

H. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma akibat nekrosis dan peradangan.
2. Cemas b.d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam berlebihan.
4. Resiko tinggi infeksi b.d. tidak adekuat pertahanan tubuh akibat anemia.

I. Intervensi Keperawatan.
1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada mioma akibat nekrosis dan peradangan. Ditandai:
DO : Klien tampak gelisah, perilaku berhati-hati, ekspresi tegang, TTV.
DS : Klien menyatakan ada benjolan di perut bagian bawah rasa berat dan terasa sakit, perut terasa mules.
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam.
Kriteria Hasil:
- Klien menyatakan nyeri berkurang (skala 3-5)
- Klien tampak tenang, eksprei wajah rileks.
- Tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-37 0C
N : 80-100 x/m
RR : 16-24x/m
TD : Sistole : 100-130 mmHg
Diastole : 70-80 mmHg
Intervensi :
- Kaji riwayat nyeri, mis : lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan intensitas (kala 0-10) dan tindakan pengurangan yang dilakukan.
- Bantu pasien mengatur posisi senyaman mungkin.
- Monitor tanda-tanda vital
- Ajarkan pasien penggunaan keterampilan manajemen nyeri mis : dengan teknik relaksasi, tertawa, mendengarkan musik dan sentuhan terapeutik.
- Evaluasi/ kontrol pengurangan nyeri
- Ciptakan suasana lingkungan tenang dan nyaman.
- Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi.
2. Cemas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan. Ditandai:
DO : Klien tampak gelisah, tegang, tidak kooperatif dalam mengikuti pengobatan, TTV.
DS : Klien menyatakan takut dan tidak mengetahui tentang penyakitnya.
Tujuan : Setelah 2 x 15’ tatap muka pengetahuan klien tentang penyakitnya bertambah dan cemas berkurang.
Kriteria Hasil :
- Klien mengatakan rasa cemas berkurang
- Klien kooperatif terhadap prosedur/ berpartisipasi.
- Klien mengerti tentang penyakitnya.
- Klien tampak rileks.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36- 37 oC, Nadi : 80-100x/m, R: 16-24 x/m TD.: Sistole: 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg
Intervensi :
- Kaji ulang tingkat pemahaman pasien tentang penyakitnya.
- Tanyakan tentang pengalaman klien sendiri/ orang lain sebelumnya yang pernah mengalami penyakit yang sama.
- Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya
- Ciptakan lingkungan tenang dan terbuka dimana pasien meraa aman unuk mendiskusikan perasaannya.
- Berikan informasi tentang penyakitnya, prognosi, dan pengobatan serta prosedur secara jelas dan akurat.
- Monitor tanda-tanda vital.
- Berikan kesempatan klien untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas.
- Minta pasien untuk umpan balik tentang apa yang telah dijelaskan.
- Libatkan orang terdekat sesuai indikasi bila memungkinkan.

3. Resiko tinggi kekurngan volume cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam berlebihan. Ditandai dengan :
DO : adanya perdarahan pervaginam
DS : -
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh.

Kriteria Hasil :
- Tidak ditemukan tanda-tanda kekuranga cairan. Seperti turgor kulit kurang, membran mukosa kering, demam.
- Pendarahan berhenti, keluaran urine 1 cc/kg BB/jam.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-370C, Nadi : 80 –100 x/m, RR :16-24 x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg
Intervensi :
- Kaji tanda-tanda kekurangan cairan.
- Pantau masukan dan haluaran/ monitor balance cairan tiap 24 jam.
- Monitor tanda-tanda vital. Evaluasi nadi perifer.
- Observasi pendarahan
- Anjurkan klien untuk minum + 1500-2000 ,l/hari
- Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral dan kalau perlu transfusi sesuai indikasi, pemeriksaan laboratorium. Hb, leko, trombo, ureum, kreatinin.

4. Resiko tinggi infeksi b.d. pertahanan tubuh tidak adekuat akibat penurunan haemoglobin (anemia).
DO : Kadar Haemoglobin kurang dari normal.
DS : -
Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2x 24 jam.
Kriteria Hasil :
- Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi seperti rubor, color, dolor dan fungsiolesia.
- Kadar haemoglobin dalam batas normal : 11-14 gr%
- Pasien tidak demam/ menggigil, suhu : 36-370 C
Intervensi :
- Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
- Lakukan cuci tangan yang baik sebelum tindakan keperawatan.
- Gunakan teknik aseptik pada prosedur perawatan.
- Monitor tanda-tanda vital dan kadar haemoglobin serta leukosit.
- Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
- Batasi pengunjung untuk menghindari pemajanan bakteri.
- Kolaborasi dengan medis untuk pemberian antibiotika.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kapita Selekta Kedokteran, 1999, Editor: Arif Mansjoer dkk, Edisi 3, Jilid 1,. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
2. Ilmu Kandungan, 1999, Editor : Hanifa Wiknjosastro dkk, Edisi II, Cetakan 3, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
3. Doengoes Marillyn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made Sumarwati, Editor : Monica Ester, Edisi 3, EGC, Jakarta.
4. Carpenitto Linda Jual, 2000, Asuhan Keperawatan, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Minggu, 18 Oktober 2009
Asuhan Keperawatan Anak Marasmik-Kwashiorkor
Pendahuluan
Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan masukan makanan dalam waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan kekurangan gizi amat bervariasi dan masih merupakan masalah yang pelik. Walaupun demikian, secara klinis digunakan istilah malnutrisi energi dan protein (MEP) sebagai nama umum. Penentuan jenis MEP yang tepat harus dilakukan dengan pengukuran antropometri yang lengkap (tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit), dibantu dengan pemeriksaan laboratorium (Ngastiyah, 1997).


Klasifikasi
Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai berikut:
1) Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)
2) Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat)
3) Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat)
4) Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor (MEP berat)
(Ngastiyah, 1997)
Kwashiorkor adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi protein. Penyakit kwashiorkor pada umumnya terjadi pada anak dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah karena tidak mampu menyediakan makanan yang cukup mengandung protein hewani seperti daging, telur, hati, susu dan sebagainya. Makanan sumber protein sebenarnya dapat dipenuhi dari protein nabati dalam kacang-kacangan tetapi karena kurangnya pengetahuan orang tua, anak dapat menderita defisiensi protein.
Marasmus adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energi (kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Bila kekurangan sumber kalori dan protein terjadi bersama dalam waktu yang cukup lama maka anak dapat berlanjut ke dalam status marasmik kwashiorkor.
patofisiologi klik untuk perbesar gambar

Gambaran Klinik dan Diagnosis
Gambaran klinik antara Marasmus dan Kwashiorkor sebenarnya berbeda walaupun dapat terjadi bersama-sama (Ngastiyah, 1997)
Gambaran Klinik Kwashiorkor:
Pertumbuhan terganggu (berat badan dan tinggi badan kurang dari standar)
Tabel 1: Perkiraan Berat Badan (Kg)
1. Lahir 3,25
2. 3-12 bulan (bln + 9) / 2
3. 1-6 tahun (thn x 2) + 8
4. 6-12 tahun {(thn x 7) – 5} / 2
(Soetjiningsih, 1998, hal. 20)
Tabel 2: Perkiraan Tinggi Badan (Cm)
1. 1 tahun 1,5 x TB lahir
2. 4 tahun 2 x TB lahir
3. 6 tahun 1,5 x TB 1 thn
4. 13 tahun 3 x TB lahir
5. Dewasa 3,5 x TB lahir = 2 x TB 2 thn
(Soetjiningsih, 1998, hal. 21)
Perubahan mental (cengeng atau apatis)
Pada sebagian besar anak ditemukan edema ringan sampai berat)
Gejala gastrointestinal (anoreksia, diare)
Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan gambaran crazy pavement dermatosis.
Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba kenyal, licin dengan batas yang tegas)
Anemia akibat gangguan eritropoesis.
Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar globulin normal, kadar kolesterol serum rendah.
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda fibrosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus.
Hasil autopsi pasien kwashiorkor yang berat menunjukkan terjadinya perubahan degeneratif pada semua organ (degenerasi otot jantung, atrofi fili usus, osteoporosis dan sebagainya)
Gambaran Klinik Marasmus:
Pertumbuhan berkurang atau terhenti, otot-otot atrofi
Perubahan mental (cengeng, sering terbangun tengah malam)
Sering diare, warna hijau tua, terdiri dari lendir dengan sedikit tinja.
Turgor kulit menurn, tampak keriput karena kehilangan jaringan lemak bawah kulit
Pada keadaan marasmik yang berat, lemak pipi juga hilang sehingga wajah tampak lebih tua, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol
Vena superfisial tampak lebih jelas
Perut membuncit dengan gambaran usus yang jelas.
Konsep Asuhan Keperawatan Marasmik-Kwashiorkor
Riwayat Keperawatan
Riwayat Keperawatan Sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama).
Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
Pengkajian Fisik
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
Penurunan ukuran antropometri
Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot intercostal)
Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi diare.
Edema tungkai
Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha)
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis normositik normokrom karen
Adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin dapat ditemukan pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah:
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.
Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare.
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi trakheobronkhial.
Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan
Rencana Keperawatan
1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare (Carpenito, 2000, hal. 645-655).
tujuan
Klien akan menunjukkan pening-katan status gizi.
Kriteria:
Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami klien, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang.
Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan pemberian diet (per sonde/per oral) sesuai program dietetik.
Intervensi
Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien.
Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya sendiri.
Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.
Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi.
2) Kekurangan volume cairan tubuh b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare(Carpenito, 2000, hal. 411-419).
Tujuan dan Kriteria Hasil
Klien akan menunjukkan keadaan hidrasi yang adekuat.
Kriteria:
Asupan cairan adekuat sesuai kebutuhan ditambah defisit yang terjadi.
Tidak ada tanda/gejala dehidrasi (tanda-tanda vital dalam batas normal, frekuensi defekasi ≤ 1 x/24 jam dengan konsistensi padat/semi padat).
Intervensi
Lakukan/observasi pemberian cairan per infus/sonde/oral sesuai program rehidrasi.
Jelaskan kepada keluarga tentang upaya rehidrasi dan partisipasi yang diharapkan dari keluarga dalam pemeliharan patensi pemberian infus/selang sonde.
Kaji perkembangan keadaan dehidarasi klien.
Hitung balans cairan.
3) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat (Carpenito, 2000, hal. 448-460).
Tujuan dan Kriteria Hasil
Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia.
Kriteria:
Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai standar usia.
Intervensi
Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan sesuai usia anak.
Lakukan pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet pemulihan.
Lakukan pengukuran antropo-metrik secara berkala.
Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien.
Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembangan (Puskesmas/Posyandu)
4) Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi trakheobronkhial (Carpenito, 2000, hal. 575-580).
Tujuan dan Kriteria Hasil
Klien tidak mengalami aspirasi.
Kriteria:
Pemberian makan/minuman per sonde dapat dilakukan tanpa mengalami aspirasi.
Bunyi napas normal, ronchi tidak ada.
Intervensi
Periksa dan pastikan letak selang sonde pada tempat yang semestinya secara berkala.
Periksa residu lambung setiap kali sebelum pemberian makan-an/minuman.
Tinggikan posisi kepala klien selama dan sampai 1 jam setelah pemberian makanan/minuman.
Ajarkan/demonstrasikan tatacara pelaksanaan pemberian makanan/ minuman per sonde, beri kesempatan keluarga melakukan-nya setelah memastikan keamanan klien/kemampuan keluarga.
Observasi tanda-tanda aspirasi.
5) Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan (Carpenito, 2000, hal. 799-801).
Tujuan dan Kriteria Hasil
Klien akan menunjukkan jalan napas yang efektif.
Kriteria:
Jalan napas bersih dari sekret, sesak napas tidak ada, pernapasan cuping hidung tidak ada, bunyi napas bersih, ronchi tidak ada.
Intervensi
Lakukan fisioterapi dada dan suction secara berkala.
Lakukan pemberian obat mukolitik/ekspektorans sesuai program terapi.
Observasi irama, kedalaman dan bunyi napas.


DEMAM BERDARAH DENGUE
( DHF )
I. PENGERTIAN

DBD adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti.


II. ETIOLOGI

Virus dengue sejenis arbovirus
III. PATOFISIOLOGI

Setelah virus dengue memasuki tubuh manusia melalui gigitan nyamuk aedes aegypti, tubuh membentuk kekebalan terhadap penyakit, jika pasien terserang untuk kedua kalinya tidak akan mengalami kesulitan, kecuali yang menyerang kedua kali ini jenis virus yang berbeda akan menimbulkan reaksi imunologik dalam tubuh. Reaksi imunologik ini mengakibatkan perdarahan saluran cerna dan syok.
IV. GAMBARAN KLINIK

Masa tunas bekisar 3 – 15 hari pada umumnya 5 – 8 hari, gejalanya meliputi nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, menggigil dan malaise. Pada umumnya ditemukan sindromtrias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota tubuh dan ruam.
Patokan WHO (1975) untuk membuat diagnosis DBD ditetapkan sebagai berikut:
1) Demam tinggi yang mendadak dan terus menerus selama 2 – 7 hari.
2) Manifestasi perdarahan, termasuk setidaknya uji turniquest (+) dan salah satu bentuk lain (pthecie, purpura, ekimosis, epistaksis dan perdarahan gusi)
3) Pembesaran hati
4) Ranjatan yang disertai nadi lemnah, cepat disertai tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang) tekanan darah menurun (sistole menurun 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, penderita menjadi gelisah, timbul sienosis disekitar mulut.


V. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
- Pemeriksaan darah akan ditemukan trombositopemia 100.000/mm3 atau kurang dan humokonsentrasi dapat dilihat dari meningginya nilai humatokrit sebanyak 20% atau lebih di banding hematokrit pada masa korvalemen
- Uji turnikuet (+)

VI. KLASIFIKASI DEMAM BERDARAH DENGUE

Sesuai dengan patokan yang disebut terdahulu, WHO (1975) membagi derajat penyakit DHF dalam 4 derajat yaitu
D1 : Demam disertai gejala tidak khusus satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji tornikuet (+)
D2 : G1 Disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan
D3 : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun < 20 mmHg,, hipotensi yang disertai kulit yang dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
D4 : Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan TD yang tidak dapat diukur.
VII. MASALAH KEPERAWATAN
- Gangguan sirkulasi darah
- Resiko terjadi perdarahan
- Peningkatan suhu tubuh
- Kurangnya pengetahuan tentang penyakit
- Gangguan rasa aman dan nyaman

VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG TIMBUL
1. Gangguan sirkulasi darah berhubungan dengan adanya kebocoran plasma
2. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan trombiositopenia dan penurunan faktor koagulasi.
3. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
4. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan akibat tindakan selama perawatan
5. Kurangnya pengetahuan orangtua mengenai penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.


IX. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Kegagalan sirkulasi darah berhubungan dengan kebocoran plasma, intervensi :
- Monitor tanda-tanda syok
- Monitor tanda vital
- Observasi keadaan umum pasien
- Melaksanakan advis dokter untuk pemeriksaan HT, HB dan trombosit
- Beri minum 1 ½ - 2 liter
- Pantau keluar urine
- Melaksanakan advis dokter untuk pemberian obat
2. Resiko tejadi perdarahan berhubungan dengan trombositapenia
- Monitor tanda-tanda vital
- Kaji adanya perdarahan, warna dan jumlahnya
- Catat, warna, jumlah waktu perdarahan
- Lakukan pemasangan NGT jika terjadi perdarahan G1

3. Peningakatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
- Monitor tanda-tanda vital
- Pantau tanda-tanda kejang
- Beri kompres dingin
- Kolaborasi untuk pemberian antipiretik

4. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan akibat tindakan selama perawatan
- Bekerja dengan tenang dan pastikan vena yang akan ditusukkan jarum
- Jika terjadi hematom oksigen trombophub gel dan kompres dengan alkohol
- Jelaskan pada keluarga jika terjadi humatom itu adalah sifat dari penyakitnya dan bukan kecerobohan perawatan
- Bila pasien sudah kolap, lakukan vena seksi untuk mencari vena.

5. Kurangnya pengetahuan orangtua mengenai penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi
- Jelaskan mengenai pengertian, tanda dan gejala, penyebab, faktor dan bahaya dari DBD
- Jelaskan bagaimana cara memberantas nyamuk.


DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit ; Jakarta, EGC,
Carpeniti, Linda Juall, 1995, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 6, Jakarta, EGC.

TINJAUAN KASUS
Tanggal Pengkajian : 30 – 09 – 2003
Ruang Rawat : Ruang Penyakit Anak B. (VII.B)
Waktu : 09.00 Wib
I. PENGKAJIAN
1) Data Klien

Nama Pasien : An. SNS
Tanggal lahir : 2 tahun, 9 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : belum sekolah
Suku : Jawa
Alamat : Gudang Lelang, Telukbeluk
2) Identitas Penanggung Jawab

Nama Ayah : Tn. S
Tanggal lahir : 39 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Nelayan
Agama : Islam
Hub dg klien : Ayah
Alamat : Gudang Lelang, Telukbeluk
3) Data Medis

Tanggal Masuk : 30 – 09 – 2003
Masuk lewat : 460
No. Register : 2846 / 769707
Dikirim Oleh : Keluarga
Diagnoa Medis : DHF
4) Keluhan Utama : Demam selama 5 hari

5) Riwayat kesehatan saat ini

Klien datang dengan keluhan badan panas selama 5 hari. Keluhan ini disertai batuk, pertu sakit, muntah berwarna kecoklatan dan berak-berak 2x dan terdapat darah.

Pada kulit terdapat bintik merah. Karena muntah menyebabkan klien tidak selera makan dan minumnya sedikit. Keadaan tubuh klien lemah dan hanya berbaring di tempat tidur dan tidak mampu beraktifitas
Kesadaran : compomenthis
Tanda vital :
TD :110/80 mmHg
S : 37,9 oC
N : 88x/m
6) Riwayat kesehatan masa lalu

Klien sebelumnya tidak pernah menderita penyakit seperti sekarang dan penyakit lainyta yang mengharuskan klien di rawat di rumah sakit.
Klien tidak mempunyaipn alergi terhadap makanan atau obat-obatan
Klien sudah mendapatkan imunisasi lengkap di Posyandu.
7) Riwayat Kehamilan dan Melahirkan

Prenatal : ibu selalu memeriksakan kehamilannya di Puskesmasm telah dapat imunisasi TT 2x dan tidak ada kelainan dalam masa kehamilan
Natal : klien lahir dengan pertolongan bidan, cukup bulan (38 38 mgg) dan laghir spontan.
Post Natal : Apgar Score baik (8), aspiksia (-), ASI (+)
8) Riwayat Tumbuh kembang

BB lahir : 2600 gr
BB sekarang : Sebulum sakit 12 kg dan saat sakit 11 kg
TB : 48 cm
TB sekarang : 95
Gigi mulai tumbuh pada usia 5 bulan
Perkembangan anak usia 0 – 1 tahun
1. Miring umur : 3 ½ bulan
2. Tengkurap : 4 bulan
3. Duduk : 8 bulan
4. Merangkak : 9 bulan
5. Berjalan dg pegangan : 11 bulan
6. Berjalan sendiri : 12 bulan
7. Berlari : 14 bulan


9) Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga klien tidak ada yang menderita leukimia dan kelainan pada darah
10) Riwayat Sosial

Klien batu berumur 2 tahun 9 bulan yang diasuh oleh keluarganya. Klien ada anak ke 3 dari 2 bersaudara. Klien sangat dekat dengan ibu dan kakaknya. Klien juga sering bermain dengan kakak dan teman-temannya dengan baik.
II. RIWAYAT KEBUTUHAN SEHARI-HARI
a. Pola Makan
- Sebelum sakit

Klien makan 3 x sehari (pagi, siang, sore) makanan pokok nasi, sayur, lauk pauk bergantian (ikan, telur, tempe, dan lain-lain) juga buah dengan minum air putih, susu kadang-kadang, klien juga sering jajan dan tidak ada gangguan dalam menelan.
- Saat ini

Klien selama 5 hari tidak mau makan sehingga klien tampak lemah dan penurunan berat badan 1 kg klien juga muntah 1x yang berisi bercak darah.
b. Pola tidur
- Sebelum sakit

Ibu klien mengatakan anak tidak terlelap pada malam hari + 8 jam dan tidur siang selama 2 jam
- Saat ini

Ibu klien mengatakan anaknya sering terbangun pada malam hari, karena suhu tubuhnya yang tinggi. Klien tidur + 6 jam /hr dengan waktu yang tidak tentu.
c. Pola Eliminasi
- Sebelum sakit

Klien bab + 2 x/ hari bab 2 kali/hari dengan konsistensi lembek, dan klien bab + 6 x/ hari (1000 cc)
- Saat ini

Klien minum + 1 gelas /hari (+ 2500 cc)klien terpasang infus RL dengan gtt 10 tts/ mnt sejak tanggal 30 – 09 – 2003 jam 08.00 Wib.

d. Kebutuhan cairan dan elektrolit
- Sebelum sakit

Klien biasa minum air putih + 7 gelas (+ 1400 cc) klien juga suka minum susu 1 gelas /hari
- Saat ini

Klien minum + 1gelas /hari (+ 250 cc) klien terpasang infus RL dengan gtt 10 tts /mnt sejak tanggal 30 – 09 – 2003 jam 08.00 Wib.
e. Kebutuhan udara dan oksigen
- Sebelum sakit

Klien tinggak di lingkungan yang berpolusi asap kendaraan bermotor, sirkulasi udara di rumah baik karena ada cahaya dan jendela serta ventilasi klien tidak pernah mengalami gangguan pernapasan.
- Saat ini

Klien tinggal di ruangan yang ada ventilkasi dan jendela yang dapat dibuka, klien tidak ada sesak napas dan klien kadang-kadang batuk. Klien tidak menggunakan O2 Suplemen
f. Kebutuhan Personal Hygiene
- Sebelum sakit

Klien bisa mandi 2x/hr yang dilakukan dibantu oleh ibu dan keluarga / kakaknya.
- Saat ini

Klien saat ini di lap 2x/hari dan kebersihan tubuh cukup baikk
PEMERIKSAAN FISIK (Tgl 30 – 09 – 2003)
Tanda-tanda Vital :
Keadaan umum : kesadaran: composmenthis Tanda-tanda vital :
S = 38,1 oC
N= 110x/mnt
RR 28x/mnt
Kepala : Lecet (-), benjol (-) kebersihan baik
Muka : Oedema (-), pucat (+), kebersihan baik
Mata : Konjungtiva merah muda, kelopak mata agak cekung
Hidung : Skret (+), pergerakan cuping hidung (-), mukosa merah muah dan lembab

Mulut : Mukoa lembab dan merah muda, bibir kering dan bibir pecah-pecah (+), lidah tidak kotor
Telinga : Skret (-), tanda-tana infeksi (-), pendengaran baik.
Leher & Tenggorokan : Struma (-), gangguan menelan (-) distensi vena jugularis vena jugularis (-)
Dada : Whecing (-), tarikan dinding dada (-), sesak napas (-) suara napas vesikuler dan irama jantung reguler
Perut : Peristaltik usus (+), nyeri tekan (+), ascites (-) kembung (-), hepar tak teraba
Punggung : Bercak merah (+)
Genetalia dan rektum : Kebersihan baik
Ekstremitas : Kelemahan (+), infus terpasang pada tangan kanan, bercak merah merah (+), teraba hangat.
Kulit : Turgor tidak elastis, bercak-bercak merah (+) kulit kering.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan sampel lead / turniquest (+)
2. Pemeriksaan hematologi (30 – 09 – 2003)

Darah lengkap Nilai Normal
♂ ♀
Kadar Hb
Jumlah Leukosit
Hit Jumlah Leukosit
- Cosinofil
- Dasofil
- Nekofil batang
- Nekofil segmen
- Limfosit
- Monosit

LED
Kemostatis
- Malaria
- Trombosit
- Jumlah Hemotoksit 11,9 gr %
8700 mm3
0
-
0
66
33
1
2
Tidak ditemukan
150.000/mm3
36%


3. Pemeriksaan Widal (30 – 09 – 2003)

Antigen Titer Body
O H
Thypus
Thypus A
Thypus B
Thypus C 1/80
-
1/80
- 1/80
-
-
-

4. Test Hb : 11 gr, Ht : 40 vol% (1 – 10 – 2003 Pukul 06.00 Wib)

Hb : 10 gr, Hit: 43 vol% (1 – 10 – 2003 Pukul 09.00 Wib)
Pengobatan :
- Kapisillin 250 mg / 6 jam
- Milanta Syrup 1 sendok teh /8 jam oral
- Parasetamol syrup 1 sendok teh / 6 jam /oral


ANALISA DATA
No. Data Penyebab Masalah
1.
2.
3.
- Suhu tubuh 38,1 oC
- Klien tampak gelisah
- Berkeringat
- Berkeringat sebelumnya berkisar antara 37,6 oC - 39,3 oC

- Selama 5 hari klien tidak makan
- Muntah (+)
- Keadaan umum lemah
- BB turun 1 kg
- Nyeri perut (+)
- Infus RL 10 tts/mnt

- Turgor tidak elastis
- Kelopak mata cekung
- Keadaan umum lemah
- Sejak 5 hr klien minum sedikit + 500 cc/hr
- Muntah (+)
- Mukosa bibir kering
- RL terpasang 10 tts/mnt
- Hypertermi
Nutrisi kurang dari kebutuhan dari tubuh
Defisit volume cairan dan elektrolit Dengan adanya infeksi virus dengue sehingga tubuh akan berespon untuk melawan virus dengan mengeluarkan leukosit dan meningkatkan metabolisme tubuh sehingga menyebabkan suhu tubuh meningkat
Dengan adanya muntah dan nyeri perut menyebabkan klien tidak selera makan dan jika kondisi ini berlangsung lama menyebabkan klien kekurangan nutrisi
Dengan adanya muntah menyebabkan klien tidak banyak minu dan jika berlangsung lama akan menyebabkan terganggu keseimbangan cairandan elektrolit


SKEMA
Infeksi Virus Dengue
Kompleks virus-antibodi
Aktivasi komplemen
Anti histamin dilepaskan
Permeabilitas membran meningkat
Kebocoran plasma
Hipovolemia
Ranjatan hipovolemi, hipotensi
Asidosis metabolik
Perdarahan trombositopenia
Depresi sumsum tulang

RENCANA KEPERAWATAN
NO. TANGGAL/ JAM DIAGNOSA
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL Tgl/ Pkl IMPLEMENTASI EVALUASI
1. 30 -09-2003 Defisit vol cairan dan elektrolit b.d muntah
DS : -
DO :
- K/U lemah
- Turgor tidak elastis
- Mukosa bibir kering
- Muntah 1x
- Minum + 250 cc/hr
TUPAN : Kebutuhan cairan dan elektrolit klien terpenuhi setelah diberikan askep selama 5 hari
TUPEN :- Turgor kulit elastis
- Mukoa bibir kering dan kulit lembab
- Input oral bertambah +1000cc/hr

- Monitor TTV tiap 1 jam

- Beri minum sedikit-sedikit tapi sering

- Untuk mengetahui perkembangan keadaan klien agar mudah memberikan askep selanjutnya.

- Untuk menambah masukkan cairan
30-09-2003
10.00 Wib
09.00 Wib
- Mengukur TTV tiap 1 jam
- Memberi minum sedikit tapi sering (+ 1000 cc/hr)
- Memantau intake dan output cairan/hari
- Memberi infus RK 10 tts/mnt

- Keadaan umum lemah,

N: 88x/mnt
RR : 26x/mnt
S : 37,6 oC
- Muntal 1x
- Minum +100 cc
- RL terpasang 10 tts/mnt
- Turgor kulit kurang elastis

2. 30 -09-2003
09.00 Wib Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd anareksia
DS : -
DO :
- K/U lemah
- BB turun 1 kg
- Menurut ibunya klien tidak mau makan 5 hari yang lalu
TUPAN : Nutrisi klien terpenuhi dan tidak mengalami kekurangan nutrisi setelah dilakukan askep selama 5 hr
TUPEN :- Muntah
- Peningkatakan BB
- Klien mau makan

- Monitor k/U klien
- Kaji BB setiap hr
- Beri makan sedikit-sedikit sesuai diit
- Kolaborasi untuk pemberian NFD

- Untuk memudahkan melakukan asuhan keperawatan selanjutnya
- Untuk mengetahui status nutrisi klien
- Untuk menambah input nutrisi bagi tubuh
- Karena cairan infus mengandung nutrisi yang dibutuhkan tubuh
30-09-2003
10.00 Wib
10.00 Wib
- Monitor k/U klien
- Kaji BB setiap hr
- Beri makan sedikit-sedikit sesuai diit
- Kolaborasi untuk pemberian NFD

- Keadaan umum lemah
- BB 11 kg
- Klien makan hanya +2 sdk/makan
- Infus RL terpasang 10 tts/mnt



NO. TANGGAL/ JAM DIAGNOSA
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL Tgl/ Pkl IMPLEMENTASI EVALUASI
3. 30 -09-2003
08.30 Wib
09.00 Peningkatan suhu tubuh hypertemi b/d proses infeksi
DS : -
DO :
- Badan panas
- Klien tampak gelisah
- Klien berkeringat
- Suhu sebelum berkisar 37,6 oC

(-39,3 oC) TUPAN : Suhu tubuh klien kembali normal setelah di lakukan asuhan keperawatan selama 5 hr
TUPEN :- Peningkatan suhu tubuh tidak terjadi
- Kejang tidak terjadi

- Monitor TTV tiap 1jam sekali
- Beri kompres hangat
- Kolaborasi untuk pemberian antipiretik
- Monitor tanda-tanda kejang

- Untuk mengetahui perkembangan klien
- Untuk menurunkan suhu tubuh
- Untuk menurunkan suhu tubuh
- Untuk memudahkan melakukan asuhan keperawatan selanjutnya
30-09-2003
09.00 Wib
12.00 Wib
- Memonitor TTV tiap 1 jam sekali
- Memberi kompres hangat
- Monitor tanda-tanda kejang
- Melaksanakan advis dokter untuk pemberian paraset

- Suhu tubuh 37,6 oC
- Kejang tidak terjadi
-




Sabtu, 17 Oktober 2009
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DIARE


A. PENGERTIAN.
Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja.
Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.



B. PENYEBAB
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
a) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
b) Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.

2. Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:
a) malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral.
b) Kurang kalori protein.
c) Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
Sedangkan menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:
1. Faktor infeksi
a) Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida albicous).
b) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
2. Faktor malaborsi
Malaborsi karbohidrat, lemak dan protein.
3. Faktor makanan
4. Faktor psikologis




C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.

4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.

D. MANIFESTASI KLINIS DIARE
1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai wial dan wiata.
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan cepat dan dalam. (Kusmaul).

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan tinja
a) Makroskopis dan mikroskopis
b) PH dan kadar gula dalam tinja
c) Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

E. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan.
F. DERAJAT DEHIDRASI
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan:
a. Kehilangan berat badan
1) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%.
2) Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%.
3) Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%
b. Skor Mavrice King
Bagian tubuh
Yang diperiksa Nilai untuk gejala yang ditemukan
0 1 2
Keadaan umum

Kekenyalan kulit
Mata
Ubun-ubun besar
Mulut
Denyut nadi/mata Sehat

Normal
Normal
Normal
Normal
Kuat <120 Gelisah, cengeng
Apatis, ngantuk
Sedikit kurang
Sedikit cekung
Sedikit cekung
Kering
Sedang (120-140) Mengigau, koma, atau syok
Sangat kurang
Sangat cekung
Sangat cekung
Kering & sianosis
Lemas >40

Keterangan
- Jika mendapat nilai 0-2 dehidrasi ringan
- Jika mendapat nilai 3-6 dehidrasi sedang
- Jika mendapat nilai 7-12 dehidrasi berat









c. Gejala klinis
Gejala klinis Gejala klinis
Ringan Sedang Berat
Keadaan umum
Kesadaran
Rasa haus
Sirkulasi
Nadi
Respirasi
Pernapasan
Kulit
Uub
Baik (CM)
+

N (120)

Biasa

Agak cekung
Agak cekung
Biasa
Normal
Normal
Gelisah
++

Cepat

Agak cepat

Cekung
Cekung
Agak kurang
Oliguri
Agak kering
Apatis-koma
+++

Cepat sekali

Kusz maull

Cekung sekali
Cekung sekali
Kurang sekali
Anuri
Kering/asidosis

G. KEBUTUHAN CAIRAN ANAK
Tubuh dalam keadaan normal terdiri dari 60 % air dan 40 % zat padat seperti protein, lemak dan mineral. Pada anak pemasukan dan pengeluaran harus seimbang, bila terganmggu harus dilakukan koreksi mungkin dengan cairan parentral, secara matematis keseimbangan cairan pada anak dapat di gambarkan sebagai berikut :

Umur Berat Badan Total/24 jam Kebutuhan Cairan/Kg BB/24 jam
3 hari
10 hari
3 bulan
6bulan
9 bulan
1 tahun
2 tahun
4 tahun
6 tahun
10 tahun
14 tahun
18 tahun 3.0
3.2
5.4
7.3
8.6
9.5
11.8
16.2
20.0
28.7
45.0
54.0 250-300
400-500
750-850
950-1100
1100-1250
1150-1300
1350-1500
1600-1800
1800-2000
2000-2500
2000-2700
2200-2700 80-100
125-150
140-160
130-155
125-165
120-135
115-125
100-1100
90-100
70-85
50-60
40-50

Whaley and Wong (1997), Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil 1998), Suharyono, Aswitha, Halimun (1998) dan Bagian Ilmu Kesehatan anak FK UI (1988), menyatakan bahwa jumlah cairan yang hilang menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah 2 tahun adalah sebagai berikut :
Derajat Dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah
Ringan
Sedang
Berat 50
75
125 100
100
100 25
25
25 175
200
250

Keterangan :
PWL : Previous Water loss (ml/kg BB)
NWL : Normal Water losses (ml/kg BB)
CWL : Concomitant Water losses (ml/kg BB)








H. PATHWAYS
Faktor infeksi Faktor malabsorbsi Gangguan peristaltik

Endotoksin Tekanan osmotik ↑ Hiperperistaltik Hipoperistaltik
merusak mukosa
usus Pergeseran cairan Makanan tidak Pertumbuhan bakteri
dan elektrolit ke sempat diserap
lumen usus Endotoksin berlebih

Hipersekresi cairan
dan elektrolit
Isi lumen usus ↑

Rangsangan pengeluaran

Hiperperistaltik

Diare

Gangguan keseimbangan cairan Gangguan keseimbangan elektrolit

Kurang volume cairan (dehidrasi) Hiponatremia
Hipokalemia
Pusing, lemah, letih, sinkope, anoreksia, Penurunan klorida serum
mual, muntah, haus, oliguri, turgor kulit
kurang, mukosa mulut kering, mata dan Hipotensi postural, kulit dingin, ubun-ubun cekung, peningkatan suhu tremor
tubuh, penurunan berat badan kejang, peka rangsang, denyut jantung cepat dan lemah
(Horne & Swearingen, 2001; Smeltzer & Bare, 2002


I. PENTALAKSANAAN
1. Medis
Dasar pengobatan diare adalah:
a. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
1) Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
2) Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut:
- Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
• 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
• 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
• 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
- Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
• 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
- Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
• 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
• 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
• 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
- Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
• Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
• Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).
b. Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
- Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh
- Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
c. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.
2. Keperawatan
Masalah klien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko terjadinya gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai proses penyakit.
Mengingat diare sebagian besar menular, maka perlu dilakukan penataan lingkungan sehingga tidak terjadi penularan pada klien lain.
a. Data fokus
1) Hidrasi
- Turgor kulit
- Membran mukosa
- Asupan dan haluaran
2) Abdomen
- Nyeri
- Kekauan
- Bising usus
- Muntah-jumlah, frekuensi dan karakteristik
- Feses-jumlah, frekuensi, dan karakteristik
- Kram
- Tenesmus
b. Diagnosa keperawatan
- Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan ketidakseimbangan antara intake dan out put.
- Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi usus dengan mikroorganisme.
- Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi yang disebabkan oleh peningkatan frekuensi BAB.
- Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, tidak mengenal lingkungan, prosedur yang dilaksanakan.
- Kecemasan keluarga berhubungan dengan krisis situasi atau kurangnya pengetahuan.
c. Intervensi
1) Tingkatkan dan pantau keseimbangan cairan dan elektrolit
- Pantau cairan IV
- Kaji asupan dan keluaran
- Kaji status hidrasi
- Pantau berat badan harian
- Pantau kemampuan anak untuk rehidrasi
- Melalui mulut
2) Cegah iritabilitas saluran gastro intestinal lebih lanjut
- Kaji kemampuan anak untuk mengkonsumsi melalui mulut (misalnya: pertama diberi cairan rehidrasi oral, kemudian meningkat ke makanan biasa yang mudah dicerna seperti: pisang, nasi, roti atau asi.
- Hindari memberikan susu produk.
- Konsultasikan dengan ahli gizi tentang pemilihan makanan.
3) Cegah iritasi dan kerusakan kulit
- Ganti popok dengan sering, kaji kondisi kulit setiap saat.
- Basuh perineum dengan sabun ringan dan air dan paparkan terhadap udara.
- Berikan salep pelumas pada rektum dan perineum (feses yang bersifat asam akan mengiritasi kulit).
4) Ikuti tindakan pencegahan umum atau enterik untuk mencegah penularan infeksi (merujuk pada kebijakan dan prosedur institusi).
5) Penuhi kebutuhan perkembangan anak selama hospitalisasi.
- Sediakan mainan sesuai usia.
- Masukan rutinitas di rumah selama hospitalisasi.
- Dorong pengungkapan perasaan dengan cara-cara yang sesuai usia.
6) Berikan dukungan emosional keluarga.
- Dorong untuk mengekspresikan kekhawatirannya.
- Rujuk layanan sosial bila perlu.
- Beri kenyamanan fisik dan psikologis.
7) Rencana pemulangan.
- Ajarkan orang tua dan anak tentang higiene personal dan lingkungan.
- Kuatkan informasi tentang diet.
- Beri informasi tentang tanda-tanda dehidrasi pada orang tua.
- Ajarkan orang tua tentang perjanjian pemeriksaan ulang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan
Pediatik, Jakarta, EGC
2. Sachasin Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatik. Alih bahasa :
Manulang R.F. Jakarta, EGC
4. Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat yang mengancam jiwa, Jakarta gaya baru


banner125125 d'famous_125x125 ads_box ads_box ads_box